Selasa, 01 Maret 2011

Pengertian kliring dan likuditas

KLIRING DAN LIKUIDITAS
Kliring antarbank adalah pertukaran warkat ( cek, bilyet giro, nota kredit, nota debit) antarbank yang hasil perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Kliring diatur oleh Bank Indonesia baik waktu dan tempat pelaksanaan. Sedangkan peserta Kliring adalah bank umum dalam wilayah kliring .
Jenis Kliring :
a. Sistem Kliring Elektronik atau dikenal dengan SKEJ, digunakan di Jakarta;
b. Sistem Kliring Otomasi, digunakan di Surabaya, Medan dan Bandung;
c. Sistem Semi Otomasi Kliring Lokal atau dikenal dengan SOKL, digunakan di 33
wilayah kliring yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia dan 37 wilayah kliring
lainnya yang diselenggarakan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia;
serta
d. Sistem Manual (di 31 penyelenggara Non-BI).

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, kebutuhan efisiensi dalam
penyelenggaraan kliringpun semakin meningkat. Dengan volume rata-rata harian +
300.000 lembar transaksi, penggunaan warkat kredit untuk transfer dana antar bank
melalui kliring menjadi salah satu issues yang perlu dicermati khususnya terkait
dengan biaya pencetakan warkat dan prosedur pemrosesan warkat itu sendiri. Di
pihak lain, transfer kredit antar bank melalui Sistem BI-RTGS, telah dilakukan secara
paperless. Selain itu, keragaman sistem kliring yang digunakan saat ini dan
keterbatasan cakupan wilayah dalam melaksanakan transfer kredit antar bank
melalui kliring masih bersifat lokal (hanya mencakup transfer antar bank yang ada di
wilayah kliring setempat), sehingga transfer dana antar bank keluar wilayah kliring harus dilakukan bank sendiri melalui mekanisme yang lain.


TUJUAN DAN MANFAAT

Tujuan diterapkannya SKNBI pada penyelenggaraan kliring di Indonesia adalah
untuk meningkatkan efisiensi sistem pembayaran ritel serta memenuhi prinsip-prinsip
manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring.
Adapun manfaat yang diperoleh dengan diterapkannya SKNBI adalah sebagai
berikut :
1. Bagi Bank Indonesia

a. Efisiensi waktu dan biaya, khususnya dalam hal :
1) operasional kliring dengan ditiadakannya fisik warkat kredit;
2) maintenance aplikasi kliring dengan digunakannya sistem yang
terintegrasi di seluruh wilayah kliring.
b. Tersedianya jangkauan transfer antar bank melalui kliring yang lebih luas
dengan diakomodirnya kliring antar wilayah untuk transfer kredit.
c. Memenuhi prinsip-prinsip manajemen risiko dalam penyelenggaraan kliring
yang bersifat multilateral netting sesuai dengan Core Principles yang
dikeluarkan oleh Bank for International Settlement (BIS).


2. Bagi Bank
TUJUAN DAN MANFAAT
a. Efisiensi biaya operasional bank dalam pencetakan dan proses administrasi
warkat kredit.
b. Semakin luasnya jangkauan layanan bank kepada nasabah


LIKUIDITAS BANK
Definisi, Fungsi dan Resiko Likuiditas Bank

Secara umum, definisi likuiditas adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan dana (cash flow) dengan segera dan dengan biaya yang sesuai. Pada kali ini kita akan mempelajari tentang likuiditas bank secara umumnya.
fungsi dari likuiditas secara umum untuk :
1) Menjalankan transaksi bisnisnya sehari-hari;
2) Mengatasi kebutuhan dana yang mendesak;
3) Memuaskan permintaan nasabah akan pinjaman dan;
4) Memberikan fleksibilitas dalam meraih kesempatan investasi menarik yang menguntungkan .
Pengertian likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek.

Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan Dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio reliabilitas. Apabila bank tidak mampu memenuhi kebutuhan dana dengan segera untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari maupun guna memenuhi kebutuhan dana yang mendesak maka muncullah “resiko likuiditas“. Definisi Resiko Likuiditas adalah risiko terjadinya kerugian yang merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara sumber pendanaan yang pada umumnya berjangka pendek dan aktiva yang pada umumnya berjangka panjang. Besar kecilnya risiko likuiditas ditentukan antara lain:

a) Kecermatan dalam perencanaan arus kas atau arus dana berdasarkan prediksi pembiayaan dan prediksi pertumbuhan dana, termasuk mencermati tingkat fluktuasi dana;
b) Ketepatan dalam mengatur struktur dana termasuk kecukupan dana-dana non PLS;
c) Ketersediaan aset yang siap dikonversikan menjadi kas; dan
d) Kemampuan menciptakan akses ke pasar antar bank atau sumber dana lainnya, termasuk fasilitas lender of last resort.
Untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya Risiko Likuiditas, aktivitas Manajemen Risiko yang umumnya ditetapkan oleh Bank antara lain adalah:

a) Melaksanakan monitoring secara harian atas besarnya penarikan dana yang dilakukan oleh nasabah baik berupa penarikan melalui kliring maupun penarikan tunai.

b) Melaksanakan monitoring secara harian atas semua dana masuk baik melalui incoming transfer maupun setoran tunai nasabah.

c) Membuat analisa sensitivitas likuiditas Bank terhadap skenario penarikan dana berdasarkan pengalaman masa lalu atas penarikan dana bersih terbesar yang pernah terjadi dan membandingkannya dengan penarikan dana bersih rata-rata saat ini. Dari analisa tersebut dapat diketahui tingkat ketahanan likuiditas Bank.

d) Selanjutnya Bank menetapkan secondary reserve untuk menjaga posisi likuiditas Bank, antara lain menempatkan kelebihan dana ke dalam instrumen keuangan yang likuid.

e) Menetapkan kebijakan Cash Holding Limit pada kantor-kantor cabang Bank. Melaksanakan fungsi ALCO (Asset & Liability Committee) untuk mengatur tingkat bunga dalam usahanya dan meningkatkan/menurunkan sumber dana tertentu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar